Tolak Penarikan Paksa! KPP HAM Ingatkan Debt Collector Wajib Putusan Pengadilan Sesuai Putusan MK

Bandar Lampung — Ketua Komite Pemantau Pembangunan dan Hak Asasi Manusia (KPP HAM) Provinsi Lampung, Yulizar R. Husin, memberikan tanggapan tegas terhadap maraknya kasus penarikan kendaraan bermotor, khususnya mobil, oleh pihak ketiga atau debt collector yang mengatasnamakan perusahaan pembiayaan.

 

Belakangan ini, masyarakat Lampung banyak melaporkan tindakan sewenang-wenang berupa penarikan kendaraan oleh pihak ketiga dengan alasan tunggakan cicilan. Menurut Yulizar, tindakan semacam ini tidak memiliki dasar hukum yang sah, dan bahkan dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak asasi manusia karena melanggar hak kepemilikan pribadi dan rasa aman warga negara.

 

“Kami di KPP HAM menilai tindakan penarikan kendaraan secara sepihak oleh pihak ketiga tanpa melalui mekanisme hukum yang benar adalah bentuk perampasan hak milik warga. Tidak ada satu pun dasar hukum yang membenarkan tindakan seperti itu, karena tunggakan cicilan bukan tindak pidana, melainkan persoalan perdata atau wanprestasi,” tegas Yulizar R. Husin di Bandar Lampung.

Pemilik kendaraan adalah pihak yang namanya tercantum dalam BPKB. Ketika seseorang mengajukan pinjaman kepada perusahaan leasing, pihak leasing akan melakukan survei terlebih dahulu sebagai bentuk kepercayaan terhadap calon nasabah. Oleh karena itu, apabila di kemudian hari nasabah mengalami kesulitan membayar cicilan karena alasan tertentu, pihak leasing tidak dapat serta-merta menarik atau menyita kendaraan tersebut, karena hal itu termasuk dalam kategori wanprestasi sebagian. Hakim atau pengadilan pun tidak dapat secara sepihak memutuskan penyitaan kendaraan hanya karena keterlambatan pembayaran.

Tindakan pidana baru dapat dikenakan apabila terdapat unsur penggelapan, seperti pemindahtanganan atau perubahan identitas kendaraan (misalnya plat nomor). Jika nasabah menunjukkan itikad baik namun memang belum mampu melunasi cicilan, maka hal tersebut tidak sepatutnya diproses secara pidana.

Terlebih lagi, apabila debt collector secara tiba-tiba mengambil atau merampas kendaraan tanpa dasar hukum yang sah, tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai perampasan atau perbuatan melawan hukum, yang justru dapat dipidana. Penarikan kendaraan hanya dapat dilakukan berdasarkan putusan pengadilan atau persetujuan sukarela dari pemilik kendaraan, bukan dengan cara-cara intimidatif atau kekerasan.

Penegasan Dasar Hukum dan Putusan MK

 

Yulizar menjelaskan bahwa penarikan kendaraan tanpa izin dari pemilik dan tanpa putusan pengadilan melanggar Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, serta Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU-XVII/2019.

 

Dalam putusan tersebut, Mahkamah Konstitusi menegaskan bahwa eksekusi objek jaminan fidusia, seperti mobil kredit, hanya dapat dilakukan apabila ada kesepakatan sukarela antara kreditur dan debitur, atau setelah adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

 

“Dengan kata lain, perusahaan pembiayaan tidak boleh sembarangan mengutus pihak ketiga untuk menarik kendaraan dari tangan konsumen. Apabila terjadi tunggakan, penyelesaiannya harus dilakukan melalui jalur hukum atau mediasi, bukan dengan cara-cara intimidatif di lapangan,” tambah Yulizar.

 

KPP HAM Serukan Perlindungan Hak Konsumen

 

Sebagai lembaga yang memantau pembangunan dan penegakan HAM di daerah, KPP HAM Lampung menilai bahwa praktik penarikan paksa oleh pihak ketiga telah mengancam rasa aman masyarakat dan mencoreng wajah penegakan hukum di Indonesia.

 

Yulizar menegaskan, hak kepemilikan warga dijamin oleh konstitusi dan harus dihormati oleh semua pihak, termasuk lembaga pembiayaan. Ia juga mengingatkan agar aparat penegak hukum tidak menutup mata terhadap praktik tersebut.

 

“Kami meminta agar aparat kepolisian bertindak tegas terhadap oknum-oknum yang melakukan penarikan kendaraan tanpa prosedur hukum yang sah. Negara harus hadir untuk melindungi rakyat dari praktik intimidatif yang merugikan,” ujarnya.

 

Ajakan untuk Melapor dan Edukasi Masyarakat

 

KPP HAM Lampung juga membuka ruang pengaduan bagi masyarakat yang menjadi korban penarikan paksa kendaraan oleh pihak ketiga. Yulizar mengimbau agar masyarakat tidak takut melapor dan segera mendokumentasikan setiap kejadian yang terjadi di lapangan.

 

“Kami mendorong korban untuk segera melapor ke KPP HAM atau aparat berwenang apabila kendaraan mereka ditarik tanpa putusan pengadilan. KPP HAM akan membantu mengawal proses hukum dan memastikan hak-hak masyarakat terlindungi,” tegasnya.

 

Selain itu, Yulizar juga menekankan pentingnya edukasi hukum bagi masyarakat. Banyak konsumen, katanya, yang belum memahami posisi hukum mereka dalam perjanjian kredit. Karena itu, KPP HAM berencana melakukan kampanye penyadaran hukum di berbagai kabupaten/kota di Lampung agar masyarakat mengetahui hak dan kewajiban mereka.

 

Komitmen KPP HAM

 

Sebagai lembaga independen yang fokus pada pemantauan pembangunan dan perlindungan HAM, KPP HAM Lampung berkomitmen untuk terus mengawasi berbagai praktik yang berpotensi menimbulkan pelanggaran hak warga, termasuk dalam bidang ekonomi, sosial, dan hubungan konsumen dengan lembaga pembiayaan.

 

“Kami ingin memastikan pembangunan di Lampung berjalan seiring dengan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Tidak boleh ada pembangunan ekonomi yang mengorbankan keadilan dan rasa aman masyarakat,” tutup Yulizar.

Berita Terbaru