GatraNews, Lampung –
Pemprov Lampung Kamis (24/10/2024) pagi ini menggelar rapat membahas pembangunan Kotabaru. Rapat di ruang Sakai Sambayan Kantor Gubernur Lampung itu, menurut seorang petinggi pemprov, diagendakan secara mendadak.
“Rencana rapat membahas pembangunan Kotabaru besok pagi (pagi ini, red) bisa dibilang dadakan. Biasanya, satu dua hari sebelumnya sudah ada informasi kalau soal Kotabaru akan dibahas, tapi ini tahu-tahu sudah ada di agenda harian gubernur,” ucap petinggi Pemprov Lampung yang sesuai jabatannya diundang dalam rapat yang akan dipimpin Sekdaprov, Fahrizal Darminto, tersebut, Rabu (23/10/2024) malam.
Mengacu pada Agenda Harian Gubernur Lampung, Kamis 24 Oktober 2024, rapat pembangunan Kotabaru akan dimulai pukul 08.00 WIB. Dipimpin Sekdaprov, Fahrizal Darminto, rapat ini melibatkan beberapa pejabat penting, diantaranya Inspektur, Freddy SM, Kepala Bappeda, Elvira Ummihani, Kepala Dinas PKPCK, Thomas Edwin, Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Emilia Kusumawati, Kepala Dinas Kehutanan, Kepala Biro Administrasi Pembangunan, Kepala Biro Hukum, Sekretaris BPKAD, Sekretaris Dinas PSDA, Sekretaris Dinas BMBK, kepala bagian pada Biro Organisasi, dan beberapa undangan yang telah ditentukan.
Lalu apa yang akan dibahas dalam rapat dadakan tersebut? Sumber media ini menyatakan, akan dilakukan evaluasi atas tahapan proses penataan yang telah ada selama ini. Dimana sejak tahun 2020 telah dilakukan review masterplan dan pada tahun 2022 Dinas PKPCK telah menyusun kegiatan perencanaan masterplan perkantoran Pemprov Lampung di Kotabaru.
“Saya menilai, tidak perlu lagi ada kegiatan review masterplan, karena sudah ada dua bahan yang kualitatif untuk mengembangkan Kotabaru. Arah utamanya adalah memastikan masterplan sesuai alas hak yang dimiliki pemprov, sehingga hanya satu data jika bicara soal Kotabaru. Baik menyangkut luasan lahan, ‘wajah’ ke depan, dan adanya kesepakatan untuk dilakukan evaluasi total atas kondisi bangunan yang sudah ada yang selama ini mangkrak,” urai sumber yang mengetahui persis sejak awal proses lahirnya Kotabaru Lampung.
Seperti diberitakan sebelumnya, persoalan yang melilit kawasan Kotabaru Lampung yang berada di Kecamatan Jati Agung, Kabupaten Lampung Selatan, memang tiada habisnya. Utamanya terkait dengan luasan dan pemanfaatannya.
Ketua Lembaga Pemantau Pembangunan Lampung (LPPL), M. Alzier Dianis Thabranie, akhir pekan lalu, menengarai adanya 272 hektare lahan Kotabaru yang “hilang”.
“Berdasarkan penelusuran LPPL, diduga kuat telah terjadi manipulasi data terkait luas lahan Kotabaru, yang mengakibatkan ‘hilangnya’ 272 hektare. Bila mengacu pada data di dalam Kartu Inventaris Barang (KIB) Pemprov Lampung Tahun 2022, Kotabaru memiliki luas 1.580 hektar. Namun, pada review masterplan Kotabaru tahun 2020, luasnya 1.308 hektar. Dari dua data yang sama-sama dikeluarkan pemprov, terdapat selisih luasannya 272 hektar. Karenanya, LPPL meminta Pj Gubernur Samsudin untuk menyelidiki hal ini, agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari,” kata M. Alzier Dianis Thabranie, Sabtu (19/10/2024) malam pekan lalu.
Terkait masalah yang melingkari kawasan Kotabaru Lampung ini, mantan anggota DPR RI dari PDIP daerah pemilihan Lampung II, Endro S Yahman, menyatakan, seharusnya DPRD Lampung membentuk panitia khusus (pansus) mengenai inventarisasi aset daerah.
“Kalau eksekutif melakukan penataan atau inventarisasi aset, agar berjalan optimal, ya seharusnya DPRD membuat pansus terkait inventarisasi aset daerah. Karena aset pemerintah pusat, daerah atau provinsi, kabupaten/kota sampai desa seharusnya sudah tertata dan tersertifikatkan, agar tidak hilang. Dan adanya kepastian, baik secara riil di lapangan maupun hukum,” urai Endro S Yahman, Selasa (22/10/2024) siang, melalui pesan WhatsApp.
Tentang dugaan “hilangnya” lahan seluas 272 hektar di Kotabaru berdasarkan data yang sama-sama dikeluarkan Pemprov Lampung, Ketua DPC PDIP Kabupaten Pesawaran itu menukas: “Kalau sampai aset tanah berkurang, ini pasti ada yang nggak bener. Intinya, karena tidak profesional dalam pengelolaan aset”.
Dikatakan, aset berupa lahan merupakan kekayaan negara. Selama ini banyak lahan dikelola sebagai aset yang bergerak dan itu bisa dioptimalkan dengan cara menjadi aset kerja/bergerak dengan cara yang tidak melanggar ketentuan perundang-undangan, antara lain kerja sama yang saling menguntungkan, dan masih banyak lagi polanya.
“Kalau menjadi aset mati atau tidak bergerak dan tidak bekerja, itu hanya berubah nilainya, karena perubahan estimasi harga aset hasil appraisal. Ya sayang, kalau Kotabaru hanya menjadi aset yang tidak bekerja. Apalagi kalau sampai aset tanahnya berkurang,” tuturnya lagi.
Sebelumnya, Ketua LPPL M. Alzier Dianis Thabranie, juga meminta agar persoalan luas lahan Kotabaru yang sebenarnya, diungkapkan ke publik. Dan untuk itu, Pemprov Lampung bisa memastikan dengan data yang valid.
“Ini kan aneh, di dalam data KIB Pemprov Lampung tahun 2022 tercatat 1.580 hektar, tetapi dalam review masterplan Kotabaru tahun 2020 tertulis 1.308 hektar. Yang harus diingat, persoalan luas lahan itulah yang selama ini menjadikan Kotabaru selalu dipersoalkan oleh petani penggarap sekitar. Karenanya, Pj Gubernur perlu memanggil pihak-pihak terkait untuk memastikannya, sehingga Pemprov Lampung hanya memiliki satu data dalam hal ini,” tutur Alzier seraya menjelaskan Surat Menteri Kehutanan RI Nomor: S.361/Menhut-VII/2012 tanggal 23 Agustus 2012 perihal Persetujuan Prinsip Tukar Menukar Kawasan Hutan Atas Nama Gubernur Lampung untuk Relokasi Pusat Pemerintahan Provinsi Lampung, luasan lahan yang diizinkan untuk dikembangkan sebagai kawasan Kotabaru Lampung seluas 1.308 hektar.
Alzier juga menduga, bisa saja yang sebenarnya lahan Kotabaru 1.308 hektar, namun ada pihak-pihak tertentu mengubahnya menjadi 1.580 hektar. Karena ada kepentingan dibaliknya. Indikasi ini menguat dengan terus “bergolaknya” beberapa warga di sekitar kawasan tersebut dengan mempersoalkan pencaplokan lahan mereka yang didapat dari turun-temurun.
“Jadi, indikasi penyimpangan dalam masalah lahan di Kotabaru ini ada dua. Pertama, dari 1.580 hektar yang riil dijadikan 1.308 hektar, sehingga ada pengurangan 272 hektar, dan yang kedua, ada pihak-pihak tertentu yang mencaplok tanah rakyat sekitar seluas 272 hektar, sehingga dari yang disetujui 1.308 hektar menjadi 1.580 hektar. Agar persoalan ini terang-benderang dan tidak meninggalkan ‘bom waktu’ ke depan, Pj Gubernur harus segera menuntaskannya dengan memvaliditasi data yang dapat dipertanggungjawabkan dan tidak bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan,” tutur Alzier.
Sumber : https://kbninewstex.com/pemprov-lampung-mendadak-gelar-rapat-soal-kotabaru/