Kegiatan penambangan emas yang disinyalir tidak memiliki izin resmi di Kabupaten Way Kanan, Provinsi Lampung, kian marak dan menimbulkan keresahan masyarakat. Ironisnya, aktivitas yang diperkirakan berlangsung tanpa legalitas ini terkesan dibiarkan oleh pihak-pihak yang memiliki kewenangan, khususnya Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Lampung.
Minimnya tindakan tegas dari kedua instansi tersebut memunculkan dugaan bahwa pengawasan dan penegakan hukum di sektor pertambangan diabaikan. Penambangan ilegal ini tidak hanya berdampak pada kerusakan lingkungan di sekitar lokasi, tetapi juga berpotensi merugikan masyarakat secara sosial dan ekonomi.
Yang lebih mengkhawatirkan, sejumlah titik tambang berada di lahan milik negara yang dikelola oleh PTPN 1 Regional 7, di wilayah Kecamatan Blambangan Umpu, Way Kanan. Aktivitas ini dilakukan secara terang-terangan dan tetap berlangsung tanpa hambatan, sehingga memunculkan kecurigaan adanya pembiaran atau bahkan kemungkinan keterlibatan oknum tertentu.
Seorang pekerja harian di PTPN 1 Regional 7 yang meminta identitasnya dirahasiakan menyampaikan bahwa aktivitas tambang emas ilegal itu terjadi di atas lahan negara, dan yang lebih mengejutkan, lokasinya hanya beberapa kilometer dari kantor Polsek dan Polres Way Kanan. “Kalau memang diperbolehkan, kami pun bisa menambang. Tapi kami paham itu melanggar hukum. Pertanyaannya, mengapa aparat dan instansi terkait belum juga bertindak? Apakah mereka tidak mengetahui, atau sengaja menutup mata?” katanya.
Secara hukum, kegiatan pertambangan tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP) termasuk tindakan pidana sebagaimana tercantum dalam:
Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 yang merupakan perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, menyatakan bahwa “Setiap orang yang melakukan kegiatan pertambangan tanpa izin sebagaimana disebut dalam Pasal 35 dapat dijatuhi hukuman penjara paling lama 5 tahun dan denda hingga Rp100 miliar.”
Pasal 17 Ayat (1) Huruf b Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, menyatakan bahwa “Setiap orang dilarang melakukan penambangan tanpa izin di kawasan hutan.”
Pasal 89 Ayat (1) Huruf a Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013, menyatakan bahwa “Siapa pun yang dengan sengaja melakukan perusakan kawasan hutan dan/atau penambangan tanpa izin di kawasan hutan dapat dihukum penjara minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun, serta denda antara Rp1,5 miliar hingga Rp10 miliar.”
Pasal 109 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, menyebutkan bahwa “Setiap orang yang menjalankan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan dapat dijatuhi hukuman penjara maksimal 3 tahun dan denda paling tinggi Rp3 miliar.”
Oleh karena itu, penambangan emas ilegal di Way Kanan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana di bidang lingkungan dan pertambangan, yang tidak hanya merusak ekosistem, tetapi juga melanggar prinsip “due process of law” dalam sistem hukum Indonesia.
Dalam konteks ini, komitmen DLH dan ESDM Provinsi Lampung patut dipertanyakan dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagaimana yang tertuang dalam peraturan perundang-undangan. Kewenangan untuk mengawasi aktivitas eksplorasi dan eksploitasi sumber daya mineral berada di tangan mereka, termasuk tanggung jawab dalam menindak kegiatan pertambangan ilegal yang tidak memiliki izin usaha maupun izin lingkungan.
Tidak adanya langkah konkret dari instansi terkait dapat dikategorikan sebagai bentuk kelalaian administratif, dan bahkan berpotensi menjadi maladministrasi sesuai dengan ketentuan Ombudsman RI. Hal ini juga menjadi pelanggaran terhadap prinsip-prinsip umum pemerintahan yang baik (AUPB), terutama asas kepastian hukum dan asas keadilan.
Jika praktik semacam ini terus dibiarkan tanpa pengawasan yang ketat, maka hal tersebut bisa menjadi preseden buruk dalam penegakan hukum sektor lingkungan dan pertambangan di Provinsi Lampung. Aparat penegak hukum dan pemerintah daerah semestinya mengambil langkah aktif untuk menghentikan kegiatan pertambangan yang jelas-jelas melawan hukum, terlebih lagi bila dilakukan di atas tanah milik negara.