BANDUNG – PT Perkebunan Nusantara I Regional 2 menegaskan sikap keras terhadap aksi perusakan aset negara berupa penebangan ilegal ribuan pohon teh di Kebun Malabar, Pangalengan, Kabupaten Bandung. Insiden yang terjadi pada Selasa (24/11/2025) ini kembali menambah panjang daftar gangguan usaha perkebunan yang merugikan negara, perusahaan, dan ribuan pekerja.
Perusahaan menyatakan bahwa aksi anarkis yang dilakukan oleh oknum yang mengatasnamakan petani tersebut merupakan kejahatan serius yang melanggar hukum. Oknum pelaku memanfaatkan areal perkebunan secara ilegal dengan merusak tanaman teh yang selama ini menjadi sumber produksi nasional dan tulang punggung ribuan pekerja pemanen.
Di Afdeling Cinyiruan, perusakan terjadi di atas lahan seluas 8,5 hektare, meratakan 91 ribu pohon teh Tanaman Menghasilkan (TM) yang masih aktif dipanen. Dengan kejadian terbaru ini, total kerusakan tanaman teh di Kebun Malabar mencapai 140 hektare.
Meskipun nilai kerugian masih dihitung, manajemen menegaskan bahwa dampaknya sangat besar. Selain merugikan negara sebagai pemilik aset, perusakan tersebut mengancam keberlanjutan pendapatan ribuan pemanen teh yang menggantungkan hidup dari kebun tersebut.
Regional Head PTPN I Regional 2, Desmanto, menegaskan bahwa perseroan tidak akan mentoleransi tindakan penjarahan, intimidasi, dan okupasi liar terhadap aset negara.
“PTPN I Regional 2 adalah perusahaan milik negara yang mengelola aset perkebunan untuk kepentingan publik, stabilitas ekonomi, dan penyediaan lapangan kerja. Kami menolak keras segala bentuk okupasi, intimidasi, maupun penjarahan di area perkebunan,” tegas Desmanto.
Ia menambahkan bahwa perusakan tersebut bukan hanya menimbulkan kerugian ekonomi, tetapi juga berpotensi merusak ekosistem serta memicu konflik sosial.
“Tindakan merusak, apalagi menjarah aset perusahaan, adalah tindakan pidana yang akan kami lawan dengan tegas. Kami berkomitmen menyelesaikan setiap persoalan melalui jalur hukum, bukan kekerasan,” lanjutnya.
PTPN I Regional 2 telah melaporkan kejadian tersebut kepada aparat penegak hukum. Desmanto menegaskan bahwa pihaknya menuntut proses hukum yang jelas dan tegas terhadap pelaku.
“Kami sangat menyayangkan tindakan anarkis yang merusak aset negara dan mengganggu stabilitas operasional. Untuk kejadian Selasa kemarin, laporan resmi sudah kami sampaikan dan kami berharap proses hukum dapat berjalan cepat dan transparan,” katanya saat berada di Pangalengan, Sabtu (29/11/2025).
Perusahaan menegaskan bahwa seluruh lahan yang dikelola PTPN I Regional 2 adalah Aset Negara yang dilindungi hukum. Pelaku perusakan dapat dijerat pasal-pasal pidana, antara lain:
Pasal 406 KUHP tentang perusakan barang,
Pasal 551 KUHP tentang penyerobotan tanah,
serta ketentuan pidana terkait pengrusakan lingkungan.
PTPN juga menyoroti maraknya okupasi, penjarahan, dan perusakan iegal yang terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir, mengakibatkan penurunan area produksi secara signifikan. Hingga kini, perusahaan telah melaporkan 17 gangguan usaha perkebunan di wilayah Jawa Barat, namun progres tindak lanjut dari berbagai laporan tersebut dinilai belum memadai.
“Ketiadaan progres ini dapat menimbulkan persepsi keliru bahwa tindakan ilegal tersebut seolah-olah benar dan dapat dibenarkan,” ujar manajemen. “Kami juga mengantisipasi dorongan kuat dari para pekerja untuk menggelar aksi unjuk rasa, yang berpotensi memicu konflik horizontal.”
Terkait isu liar mengenai berakhirnya masa Hak Guna Usaha (HGU) yang disebut-sebut menjadi dasar klaim oknum, perusahaan menegaskan bahwa informasi tersebut menyesatkan. Sesuai ketentuan perundang-undangan, pemegang HGU memiliki hak prioritas untuk perpanjangan, sehingga lahan tersebut tetap berada dalam pengelolaan PTPN.
PTPN I Regional 2 berharap kehadiran Bupati Bandung, Kapolres, dan Dandim dalam peninjauan lokasi dapat mempercepat proses penegakan hukum terhadap pelaku perusakan.
Perusahaan juga mengajak masyarakat setempat untuk menyampaikan aspirasi melalui dialog dan musyawarah, bukan melalui tindakan anarkis yang merugikan semua pihak.
“PTPN berkomitmen membangun komunikasi yang baik untuk keberlanjutan operasional dan kesejahteraan bersama,” tutup manajemen. (*)



