JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan proses penyidikan perkara dugaan suap terkait pengaturan pemenang Pengadaan Barang dan Jasa (PBJ) di Kabupaten Lampung Tengah masih terus berlangsung. Dalam perkembangan terbaru, ISW, yang menjabat sebagai Sekretaris Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Lampung Tengah dan disebut dalam konstruksi perkara, belum menjalani penahanan hingga saat ini.
Juru Bicara KPK, Mungki, menjelaskan bahwa tidak semua individu yang disebut dalam penyidikan otomatis ditahan. Penahanan, kata dia, hanya dapat dilakukan setelah penyidik memperoleh kecukupan alat bukti dan memenuhi unsur hukum sesuai peraturan perundang-undangan.
“Nama ISW memang tercantum dalam rangkaian koordinasi terkait pengaturan pemenang PBJ. Namun, penahanan hanya dapat ditempuh jika bukti permulaan dipandang cukup oleh penyidik. Saat ini seluruh informasi masih dalam proses pendalaman,” ujar Mungki dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Konstruksi Perkara dan Alur Koordinasi. Dalam penjelasan resmi KPK, penyidik menemukan adanya dugaan skema pengondisian pemenang tender yang melibatkan beberapa pihak. Ardito Wijaya, salah satu pihak dalam perkara, disebut meminta Riki Hendra untuk berkoordinasi dengan sejumlah pejabat, termasuk ANW dan ISW, terkait pengaturan tender pada berbagai Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).
Skema koordinasi itu diduga dilakukan sebelum proses lelang berjalan secara formal. Penyidik kini tengah menelaah lebih jauh mekanisme komunikasi, keterlibatan masing-masing pihak, serta potensi adanya aliran dana yang menguatkan dugaan tindak pidana korupsi.
“Analisis terhadap peran masing-masing pihak masih kami kembangkan. Penanganan perkara ini harus objektif dan menempatkan seluruh temuan secara proporsional berdasarkan fakta,” tambah Mungki.
Potensi Pasal yang Dikenakan. Berdasarkan karakteristik perkara, KPK menilai dugaan tindak pidana dapat masuk ke dalam kategori suap atau gratifikasi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal-pasal yang berpotensi digunakan antara lain:
Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b UU Tipikor
→ Pemberian suap kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara.
Pasal 11 atau Pasal 12 huruf a/b UU Tipikor
→ Penerimaan hadiah atau janji terkait jabatan.
Pasal 12 huruf i UU Tipikor
→ Penyalahgunaan kewenangan yang merugikan keuangan negara.
Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
→ Penyertaan atau turut serta dalam tindak pidana.
KPK menegaskan bahwa penerapan pasal baru akan dipastikan setelah seluruh rangkaian alat bukti terkumpul secara memadai.
KPK Serukan Sikap Kooperatif. Lembaga antirasuah tersebut kembali mengimbau seluruh pihak yang telah dipanggil untuk bersikap kooperatif demi memperlancar proses hukum. Menurut Mungki, KPK menjaga komitmen penegakan hukum secara independen, transparan, dan sesuai tahapan prosedural yang ditetapkan.
“Penyidik bekerja berdasarkan bukti, bukan sekadar penyebutan nama. Semua pihak diperlakukan sama di hadapan hukum tanpa pengecualian,” ujarnya.
ISW Belum Berikan Tanggapan. Hingga laporan ini diturunkan, ISW belum memberikan keterangan terkait penyebutannya dalam rangkaian koordinasi proyek PBJ Lampung Tengah. Redaksi telah mencoba menghubungi yang bersangkutan namun belum memperoleh respons resmi.
KPK menyatakan bahwa keputusan mengenai status hukum ISW—termasuk kemungkinan penetapan tersangka dan penahanan—akan diumumkan setelah penyidikan mencapai tahap yang memenuhi syarat materiil dan formil.
Komitmen KPK dalam Penegakan Hukum. Kasus suap PBJ Lampung Tengah menjadi salah satu perkara yang menyita perhatian publik karena dugaan keterlibatan sejumlah pejabat daerah dalam pengondisian proyek dalam skala besar. KPK memastikan seluruh proses hukum dilakukan secara profesional dan dapat dipertanggungjawabkan.
“Kami pastikan proses penanganan berjalan terbuka dan mengikuti mekanisme hukum. Hal ini penting untuk menjamin kepastian hukum serta memberikan rasa keadilan bagi masyarakat,” tutur Mungki.(*).



