Upaya pemerintah dalam menertibkan usaha pertambangan batuan di Provinsi Lampung ternyata belum sepenuhnya menekan praktik ilegal. Sebab, masih ditemukan adanya dugaan aktivitas tambang tanpa izin di kawasan Jalan Laksamana RE Martadinata, Sukajaya, Lempasing, Kecamatan Padang Cermin, Kabupaten Pesawaran.
Dari hasil penelusuran di lapangan, lokasi tersebut diduga kuat tidak memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP) maupun Surat Izin Penambangan Batuan (SIPB) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009.
Direktur Eksekutif KPP-HAM Lampung, Yulizar R Husin, menegaskan bahwa aturan hukum terkait pertambangan sudah jelas dan tidak bisa ditawar. “Siapa pun yang menjalankan usaha pertambangan wajib memiliki izin, baik IUP, SIPB, maupun izin pengangkutan dan penjualan sebagaimana tercantum dalam Pasal 35. Jika melanggar, ancamannya adalah pidana penjara hingga 5 tahun dan denda maksimal Rp100 miliar, sesuai Pasal 158,” katanya.
Ia menambahkan, keberadaan alat berat ekskavator di lokasi dan adanya aktivitas jual beli material tanah serta bebatuan menunjukkan indikasi kuat terjadinya pelanggaran hukum.
Informasi yang beredar menyebutkan, lokasi tersebut diduga dikelola oleh sdr. ER dan GN. Namun, dugaan keterlibatan keduanya masih perlu dikonfirmasi lebih lanjut oleh aparat penegak hukum.
Kerusakan alam di sekitar tambang kian terlihat nyata. Bentuk bukit yang sebelumnya utuh kini tampak terkikis akibat penggerusan terus-menerus. Menurut Yulizar, hal ini merupakan bukti konkret bahwa aktivitas tambang ilegal telah merusak lingkungan dan menimbulkan kerugian jangka panjang.
Lebih lanjut, Yulizar menegaskan sikap lembaganya. “KPP-HAM Lampung tidak akan tinggal diam. Kami siap melanjutkan temuan ini ke kepolisian karena persoalan ini bukan hanya soal lingkungan, tetapi juga masalah hukum. Negara harus hadir dan menindak tegas pelaku tambang ilegal yang merugikan masyarakat dan merusak alam,” tegasnya.